SENGKETA BISNIS
Menurut Maxwell J. Fulton,
“a commercial disputes is one which arises during the course of the exchange or
transaction process is central to market economy”. Dalam kamus bahasa Indonesia
sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau
pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Menurut Winardi, Pertentangan
atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau kelompok – kelompok
yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek
kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang lain.
Menurut Ali Achmad,
sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari
persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum antara keduanya.
Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah
perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang
menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi
salah satu diantara keduanya.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks
melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama bisnis. mengingat kegiatan bisnis
yang semakin meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa
diantara para pihak yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan
dna masalah yang melatar belakanginya, terutama karena adanya conflict of
interest diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang
terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan
sengketa bisnis.
1. Negosiasi
1.1 Pengertian
Negosiasi
· Proses
yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan
perilaku orang lain.
· Proses
untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari
pihak-pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan
yang berbeda satu dengan yang lain.
· Negosiasi
adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan
dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan
kedua pihak.
1.2 Pola
Perilaku dalam Negosiasi
· Moving
against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui,
menunjukkan kelemahan pihak lain.
· Moving
with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui,
membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.
· Moving
away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan,
berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
· Not
moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here
and now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
1.3 Ketrampilan
Negosiasi
1) Mampu
melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
2) Mampu
menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat
dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
3) Mampu
mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan
tuntutan di luar perhitungan.
4) Mampu mengungkapkan
gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan memahami
sepenuhnya gagasan yang diajukan.
5) Memahami
latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan
keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.
1.4 Teknik
Negoisasi
Secara
umum terdapat beberapa cara teknik negoisasi yang dikenal dapat dibagi kedalam:
1) tahap
negoisasi kompetitip
2) tahap
negoisasi koperatif
3) tahap
negoisasi lunak dan keras
4) tahap
negoisasi interest based
2. Mediasi
2.1 Pengertian
mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu olehmediator yang
tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri
utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses
musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah
atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak
sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala
sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
Prosedur Untuk Mediasi
•
Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian
majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
•
Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada
mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
•
Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya
perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian
masing-masing pihak yang berperkara.
•
Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada
hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan.
Jika
terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
2.2 Mediator
Mediator adalah pihak netral yang membantu para
pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian
sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
1) Netral
2) Membantu
para pihak
3) Tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian
Jadi,
peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau
memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses
mediasi berlangsung kepada para pihak.
Tugas Mediator
1. Mediator
wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk
dibahas dan disepakati.
2. Mediator
wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3. Apabila
dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama
proses mediasi berlangsung.
4. Mediator
wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan
mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
3. Arbitrase
3.1 Pengertian
Arbitrase
Istilah
arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti
“kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
1) Asas
kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau
beberapa oramg arbiter.
2) Asas
musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara
musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu
sendiri;
3) Asas
limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui
arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan
dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
4) Asas final
and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan
mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding
atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam
klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan
arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang
perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan
suatu putusan yang cepat dan adil,Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang
berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.
Selain itu Pengertian arbitrase juga termuat dalam
pasal 1 angka 8 Undang Undang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa
Nomor 30 tahun 1999: “Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh
para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat
mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.”
Dalam Pasal 5 Undang-undang No.30 tahun 1999
disebutkan bahwa: ”Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah
sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum
makalahadedidiikirawandan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh
pihak yang bersengketa.”
Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan
untuk masalah-masalah dalam lingkup hukum keluarga. Arbitase hanya dapat
diterapkan untuk masalah-masalah perniagaan. Bagi pengusaha, arbitrase
merupakan pilihan yang paling menarik guna menyelesaikan sengketa sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan mereka.
Dalam banyak perjanjian perdata, klausula arbitase
banyak digunakan sebagai pilihan penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang
diberikan lembaga arbitrase bersifat mengikat (binding) oleh karena
pendapat yang diberikan tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut).
Setiap pendapat yang berlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut
berarti pelanggaran terhadap perjanjian (breach of contract -
wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat dilakukan perlawanan dalam
bentuk upaya hukum apapun.
Putusan Arbitrase bersifat mandiri, final dan
mengikat (seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga
ketua pengadilan tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari
putusan arbitrase nasional tersebut.
3.2 Sejarah
Arbitrase
Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternatif
penyelesaian sengketa sebenarnya sudah lama dikenal meskipun jarang
dipergunakan. Arbitrase diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Reglement
op de Rechtsvordering (RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun Rechtsreglement
Buiten Govesten (RBg), karena semula Arbitrase ini diatur dalam
pasal 615 s/d 651 reglement of de rechtvordering. Ketentuan-ketentuan
tersebut sekarang ini sudah tidak laku lagi dengan diundangkannya Undang Undang
Nomor 30 tahun 1999. Dalam Undang Undang nomor 14 tahun 1970 (tentang Pokok
Pokok Kekuasaan Kehakiman) keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam penjelasan
pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar
pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan,
akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah
memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari Pengadilan.
3.3 Objek
Arbitrase
Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan
diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa lainnya) menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 30 tahun 1999 (“UU Arbitrase”) hanyalah sengketa di bidang perdagangan
dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara
lain: perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik
intelektual. Sementara itu Pasal 5 (2) UU Arbitrase memberikan perumusan
negatif bahwa sengketa-sengketa yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui
arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat
diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III bab kedelapan
belas Pasal 1851 s/d 1854.
3.4 Jenis-jenis
Arbitrase
Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc)
maupun arbitrase melalui badan permanen (institusi). Arbitrase Ad-hoc
dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang sengaja dibentuk untuk tujuan
arbitrase, misalnya UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL Arbitarion Rules. Pada umumnya
arbitrase ad-hoc direntukan berdasarkan perjanjian yang menyebutkan penunjukan
majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak.
Penggunaan arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam sebuah klausul arbitrase.
Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen
yang dikelola oleh berbagai badan arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang
mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang
dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI), atau yang internasional seperti The Rules of Arbitration dari The
International Chamber of Commerce (ICC) di Paris, The Arbitration
Rules dari The International Centre for Settlement of Investment
Disputes (ICSID) di Washington. Badan-badan tersebut mempunyai peraturan
dan sistem arbitrase sendiri-sendiri.
BANI
(Badan Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul arbitrase sebagai
berikut:
"Semua
sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur
arbitrase BANI,yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang
bersengketa,sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir".
Standar
klausul arbitrase UNCITRAL (United Nation Comission ofInternational Trade Law) adalah
sebagai berikut:
"Setiap
sengketa, pertentangan atau tuntutan yang terjadi atau sehubungan dengan
perjanjian ini, atau wan prestasi, pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian
akan diselesaikan melalui arbitrase sesuai dengan aturan-aturan UNCITRAL.”
Menurut Priyatna Abdurrasyid,
Ketua BANI, yang diperiksa pertama kali adalah klausul arbitrase. Artinya ada
atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase, akan menentukan apakah
suatu sengketa akan diselesaikan lewat jalur arbitrase. Priyatna menjelaskan
bahwa bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase dibuat setelah sengketa
timbul.
3.5 Keunggulan
dan Kelemahan Arbitrase
Keunggulan
arbitrase dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum Undang Undang Nomor 30
tahun 1999 dapat terbaca beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dibandingkan dengan pranata peradilan. Keunggulan itu adalah :
a) kerahasiaan
sengketa para pihak terjamin ;
b) keterlambatan
yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif dapat dihindari ;
c) para
pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki latar belakang yang
cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta jujur dan adil ;
d) para
pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya ;
e) para
pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase ;
f) putusan
arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur sederhana
ataupun dapat langsung dilaksanakan.
Disamping keunggulan arbitrase seperti tersebut
diatas, arbitrase juga memiliki kelemahan arbitrase. Dari praktek yang berjalan
di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah masih sulitnya upaya eksekusi dari
suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan untuk eksekusi putusan arbitrase
nasional maupun internasional sudah cukup jelas.
4. Perbandingan Antara Perundingan,
Arbitrase dan Legitasi
Adapun perbandingan antara Perundingan, Arbitrase
dan Legitasi adalah :
Proses
|
Perundingan
|
Arbitrase
|
Legitasi
|
Yang mengatur
|
Para pihak
|
Arbiter
|
Hakim
|
Prosedur
|
Informal
|
Agak formal sesuai dengan rule
|
Sangat formal dan teknis
|
Jangka waktu
|
Segera ( 3-6 minggu )
|
Agak cepat ( 3-6 bulan )
|
Lama ( > 2 tahun )
|
Biaya
|
Murah ( low cost )
|
Terkadang sangat mahal
|
Sangat mahal
|
Aturan pembuktian
|
Tidak perlu
|
Agak informal
|
Sangat formal dan teknis
|
Publikasi
|
Konfidensial
|
Konfidensial
|
Terbuka untuk umum
|
Hubungan para pihak
|
Kooperatif
|
Antagonistis
|
Antagonistis
|
Fokus penyelesaian
|
For the future
|
Masa lalu
|
Masa lalu
|
Metode negosiasi
|
Kompromis
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Komunikasi
|
Memperbaiki yang sudah lalu
|
Jalan buntu
|
Jalan buntu
|
Result
|
win-win
|
Win-lose
|
Win-lose
|
Pemenuhan
|
Sukarela
|
Selalu ditolak dan mengajukan oposisi
|
Ditolak dan mencari dalih
|
Suasana emosinal
|
Bebas emosi
|
Emosional
|
Emosi bergejolak
|
Sumber :