Minggu, 12 Juni 2016

DEFINISI ETIKA DAN BISNIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI

1.  Hakikat Mata Kuliah Etika Bisnis
Menurut Drs. O.P. Simorangkir bahwa hakikat etika bisnis adalah menganalisis atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral. Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.
Contoh praktek etika bisnis yang dihubungkan dengan moral :
Uang milik perusahaan tidak boleh diambil atau ditarik oleh setiap pejabat perusahaan untuk dimiliki secara pribadi. Hal ini bertentangan dengan etika bisnis. Memiliki uang dengan cara merampas atau menipu adalah bertentangan dengan moral. Pejabat perusahaan yang sadar etika bisnis, akan melarang pengambilan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, Pengambilan yang terlanjur wajib dikembalikan.
Pejabat yang sadar, disebut memiliki kesadaran moral, yakni keputusan secara sadar diambil oleh pejabat, karena ia merasa bahwa itu adalah tanggungjawabnya, bukan saja selaku karyawan melainkan juga sebagai manusia yang bermoral.

Contoh tidak memiliki kesadaran moral :
Seorang berdarah dingin di jalan juanda, Jakarta yang sangat ramai itu menodong dengan clurit dan merampas harta milik seseorang. Baginya menodong itu merupakan kebiasaan dan menjadi profesinya. Apakah ada kesadaran moral bahwa perbuatan itu bertentangan dan dilarang  oleh ajaran agama, hukum dan adat? Sejak kecil ia ditinggalkan oleh ibu bapaknya akibat perceraian, ia bergaul dengan anak gelandangan, pencuri. Sesudah dewasa menjadi penodong ulung. Ia menodong atau membunuh tanpa mengenal rasa takut atau berdosa, bahkan sudah merupakan suatu profesi.

2.  Definsi Etika dan Bisnis
2.1  Pengertian Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.

2.2  Pengertian Bisnis
Bisnis berasal dari bahasa Inggris business, mengembangkan kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Sedangkan dalam kamus lengkap bahasa Inggris karangan Prof. Drs. S. Wojowasito dan W.J.S Poerwadarminta, business diterjemahkan menjadi : pekerjaan; perusahaan; perdagangan; atau urusan. Jadi bisnis bisa diartikan menjadi suatu kesibukan atau  aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan atau nilai tambah. Dalam ilmu ekonomi, bisnis merupakan organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.

2.3  Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.

3.  Etiket Moral, Hukum dan Agama
3.1  Etiket
Istilah etiket berasal dari kata Prancis etiquette, yang berarti kartu undangan, yang lazim dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengadakan pesta. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah etiket berubah bukan lagi berarti kartu undangan yang dipakai raja-raja dalam mengadakan pesta. Dewasa ini istilah etiket lebih menitikberatkan pada cara-cara berbicara yang sopan, cara berpakaian, cara menerima tamu dirumah maupun di kantor dan sopan santun lainnya. Jadi, etiket adalah aturan sopan santun dalam pergaulan.
Dalam pergaulan hidup, etiket merupakan tata cara dan tata krama yang baik dalam menggunakan bahasa maupun dalam tingkah laku. Etiket merupakan sekumpulan peraturan-peraturan kesopanan yang tidak tertulis, namun sangat penting untuk diketahui oleh setiap orang yang ingin mencapai sukses dalam perjuangan hidup yang penuh dengan persaingan.
Etiket juga merupakan aturan-aturan konvensional melalui tingkah laku individual dalam masyarakat beradab, merupakan tatacara formal atau tata krama lahiriah untuk mengatur relasi antarpribadi, sesuai dengan status social masing-masing individu.

Perbedaan Moral dan Hukum :
Sebenarnya atas keduanya terdapat hubungan yang cukup erat. Karena antara satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas hukum ditentukan oleh moralnya. Karena itu hukum harus dinilai/diukur dengan norma moral. Undang-undang moral tidak dapat diganti apabila dalam suatu masyarakat kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Sebaliknya moral pun membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabila tidak dikukuhkan, diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum dapat meningkatkan dampak social moralitas. Walaupun begitu tetap saja antara Moral dan Hukum harus dibedakan. Perbedaan tersebut antara lain :
  • Hukum bersifat obyektif karena hukum dituliskan dan disusun dalam kitab undang-undang. Maka hukum lebih memiliki kepastian yang lebih besar.
  • Norma bersifat subyektif dan akibatnya seringkali diganggu oleh pertanyaan atau diskusi yang menginginkan kejelasan tentang etis dan tidaknya.
  • Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah manusia saja.
  • Sedangkan moralitas menyangkut perilaku batin seseorang.
  • Sanksi hukum bisanya dapat dipaksakan.
  • Sedangkan sanksi moral satu-satunya adalah pada kenyataan bahwa hati nuraninya akan merasa tidak tenang.
  • Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak masyarakat.
  • Sedangkan moralitas tidak akan dapat diubah oleh masyarakat
Perbedaan Etika dan Agama :
Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada Tuhan dan ajaran agama.

 Etika dan Moral
Etika lebih condong kearah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering dikenal sebagai kode etik. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk. Dua kaidah dasar moral adalah :
  • Kaidah Sikap Baik. Pada dasarnya kita mesti bersikap baik terhadap apa saja. Bagaimana sikap baik itu harus dinyatakan dalam bentuk yang kongkret, tergantung dari apa yang baik dalam situasi kongkret itu.
  • Kaidah Keadilan. Prinsip keadilan adalah kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Kesamaan beban yang terpakai harus dipikulkan harus sama, yang tentu saja disesuaikan dengan kadar angoota masing-masing.
4.  Klasifikasi Etika
4.1  Etika Normatif
Etika normatif merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dengan kata lain, etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis. Di samping itu, etika normatif berhubungan dengan pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar sautu tindakan atau kepusan itu menjadi baik (Kagan, 1997, 2).
Dalam etika normatif ini muncul teori-teori etika, misalnya etika utilitarianisme, etika deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Suatu teori etika dipahami bahwa hal tersebut mengajukan suatu kriteria tertentu tentang bagaimana sesorang harus bertindak dalam situasi-situasi etis (Williams, 2006, 72). Dalam pengajukan kriteria norma tersebut, teori etika akan memberikan semacam pernyataan yang secara normatif mengandung makna seperti “Fulan seharusnya melakukan X” atau “Fulan seharusnya tidak melakukan X”.

4.2  Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Secara umum ada dua fitur yang diperlukan supaya sebuah permasalahan dapat dianggap sebagai masalah etika terapan.
Pertama, permasalahan tersebut harus kontroversial dalam arti bahwa ada kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan permasalahan moral. Masalah pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika terapan karena semua orang setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak bermoral. Sebaliknya, isu kontrol senjata akan menjadi masalah etika terapan karena ada kelompok yang mendukung dan kelompok yang menolak terhadap isu kontrol senjata.

4.3  Etika Deskriptif
       Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap ‘etis’ oleh individu atau masyarakat. Dengan begitu, etika deskriptif bukan sebuah etika yang mempunyai hubungan langsung dengan filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk studi empiris terkait dengan perilaku-perilaku individual atau kelompok. Tidak heran jika etika deskriptif juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang membandingkan antara apa yang dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat dengan individu atau masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa sekarang. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis serta apa kriteria etis yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener, 2000, 3).

4.4  Metaetika
       Metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral. Fokus dari metaetika adalah arti atau makna dari pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika. Dengan kata lain, metaetika merupakan kajian tingkat kedua dari etika. Artinya, pertanyaan yang diajukan dalam metaetika adalah apa makna jika kita berkata bahwa sesuatu itu baik?
Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna.
Perkembangan metaetika awalnya merupakan jawaban atas tantangan dari Positivisme Logis yang berkembang pada abad 20-an (Lee, 1986, 8). Kalangan pendukung Positivisme Logis berpendapat bahwa jika tidak bisa memberikan bukti yang menunjukkan sebuah pernyataan itu benar, maka pernyataan itu tidak bermakna. Ketika prinsip dari Positivisme Logis juga diujikan kepada pernyataan-pernyataan etis, maka pernyataan-pernyataan itu harus berdasarkan bukti. Ringkasnya, jika tidak ada bukti, maka tidak ada makna.
Disini kata kuncinya adalah apa yang dikenal dengan “naturalistic fallacy“, yaitu dianggap akan melakukan kesalahan jika kita menarik suatu pernyataan tentang apa yang seharusnya dari pernyataan tentang apa yang ada. Kesulitan dari bahasa etika adalah penyataan-pernyataannya tidak selalu berupa fakta. Disinilah peran sentral dari metaetika yang mengembangkan berbagai cara untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan bahasa etika dengan intensi bahwa pernyataan-pernyataan etis punya makna. Dalam pembahasan ini metaetika biasanya terbagi menjadi dua, yaitu realisme etis dan nonrealisme etis.

5.  Konsepsi Etika
Terminologi etika berasal dari bahasa Yunani “ethos”. Artinya: “custom” atau kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Etika berbeda dengan etiket. Jika etika berkaitan dengan moral, etiket hanya bersentuhan dengan urusan sopan santun. Belajar etiket berarti belajar bagaimana bertindak dalam cara-cara yang sopan; sebaliknya belajar etika berarti belajar bagaimana bertindak baik.( Fr. Yohanes Agus Setyono CM).
Kata etiket berasal dari kata Perancis etiquette yang diturunkan dari kata Perancis estiquette (= label tiket ; estiqu [ I ] er = melekat). Etiket didefinisikan sebagai cara-cara yang diterima dalam suatu masyarakat atau kebiasaan sopan-santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Etiket yang menyangkut tata cara kenegaraan disebut protokol (protocol [ Prancis ] ; protocollum [ Latin ]). Etiket antara lain menyangkut cara berbicara, berpakaian, makan, menonton, berjalan, melayat, menelpon dan menerima telepon, bertamu, dan berkenalan.( Mintarsih Adimihardja) Konsep-konsep dasar etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.

Teori – teori etika :
1.  Utilitarianisme
Utilitarianisme menyatakan bahwa suatu tindakan dianggap baik bila tindakan ini meningkatkan derajat manusia. Penekanan dalam utilitarianisme bukan pada memaksimalkan derajat pribadi, tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan. Dalam implementasinya sangat tergantung pada pengetahuan kita akan hal mana yang dapat memberikan kebaikan terbesar. Seringkali, kita tidak mungkin benar-benar mengetahui konsekuensi tindakan kita sehingga ada resiko bahwa perkiraan terbaik bisa saja salah.

2.  Analisis Biaya-Keuntungan (Cost-Benefit Analysis)
Pada dasarnya, tipe analisis ini hanyalah satu penerapan utilitarianisme. Dalam analisis biaya keuntungan, biaya suatu proyek dinilai, demikian juga keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang perbandingan keuntungan terhadap biayanya paling tinggi saja yang akan diwujudkan. Bila dilihat dari teorinya, sangatlah mudah untuk menghitung biaya dan keuntungan, namun dalam penerapannya bukan hanya hal-hal yang bersifat materi saja yang perlu diperhitungkan melainkan hal-hal lahir juga perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan.

3.  Etika Kewajiban dan Etika Hak
Etika kewajiban (duty ethics) menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang harus dilakukan tanpa mempedulikan apakah tindakan ini adalah tindakan terbaik. Sedangkan, etika hak (right-ethics) menekankan bahwa kita semua mempunyai hak moral, dan semua tindakan yang melanggar hak ini tidak dapat diterima secara etika. Etika kewajiban dan etika hak sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda dari satu mata uang yang sama. Kedua teori ini mencapai akhir yang sama; individu harus dihormati, dan tindakan dianggap etis bila tindakan itu mempertahankan rasa hormat kita kepada orang lain. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu bersifat individu, hak dan kewajiban bersifat individu. Dalam penerapannya sering terjadi bentrok antara hak seseorang dengan orang lain.

4.  Etika Moralitas
Pada dasarnya, etika moralitas berwacana untuk menentukan kita sebaiknya menjadi orang seperti apa. Dalam etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang baik (bermoral) dan dianggap salah jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak bermoral). Etika moral lebih bersifat pribadi, namun moral pribadi akan berkaitan erat dengan moral bisnis. Jika perilaku seseorang dalam kehidupan pribadinya bermoral, maka perilakunya dalam kehidupan bisnis juga akan bermoral.


Referensi :

Ekonomi dan Periklanan, Sosial dan Periklanan, Teknologi dan Periklanan

1.  Pengertian Periklanan
Periklanan merupakan salah satu alat yang paling umum digunakan perusahaan untuk mengarahkan komunikasi persuasif pada pembeli sasaran dan masyarakat. Periklanan pada dasarnya adalah bagian dari kehidupan industri modern. Kehidupan dunia modern saat ini sangat tergantung pada iklan.
Tanpa iklan para produsen dan distributor tidak akan dapat menjual produknya, sedangkan disisi lain para pembeli tidak akan memiliki informasi yang memadai mengenai produk barang dan jasa yang tersedia di pasar. Apabila hal itu terjadi maka industri dan perekonomian modern pasti akan lumpuh. Apabila sebuah perusahaan ingin mempertahankan tingkat keuntungannya, maka ia harus melangsungkan kegiatan periklanan secara memadai dan terus-menerus.
Menurut M. Suyanto (2007: 143) mendefinisikan ”Periklanan adalah penggunaan media bauran oleh penjual untuk mengkomunikasikan informasi persuasif tentang produk, jasa atau pun organisasi dan merupakan alat promosi yang kuat”.
Peranan periklanan dalam pemasaran suatu produk adalah untuk membangun kesadaran(awareness) terhadap keberadaan produk yang ditawarkan, menambah pengetahuan konsumen tentang produk yang ditawarkan, membujuk calon konsumen untuk membeli dan menggunakan produk tersebut dan untuk membedakan diri perusahaan   satu dengan perusahaan yang lainnya.
  
2.  Ekonomi dan Periklanan
Kekuatan – kekuatan ekonomi dalam lingkungan periklanan mempengaruhi keputusan dan kegiatan para pengiklan maupun konsumen. Pengeluaran – pengeluaran periklanan hari ini merupakan bagian signifikan dalam ekonomi Amerika Serikat. Ketika ekonomi merebak, para konsumen dan bisnis memiliki uang dan kecenderungan untuk membeli, dan penjualan lebih tinggi menyulut para pengiklan untuk menaikkan anggaran periklanan mereka, yang pada gilirannya menggairahkan penjualan eceran dan industri maupun media.
Keterkaitan antara periklanan dan ekonomi secara tradisional telah dipandang dalam dua cara. Sebagian pakar berpendapat bahwa periklanan adalah kekuatan yang berada ditangan perusahaan besar dengan anggaran periklanan yang raksasa, yang menciptakan penghalangan (bagi kompetitor) untuk memasuki pasar. Kondisi ini menjadikan perusahaan lain sulit bersaing melawan anggaran besar periklanan dari pemimpin industri dan sering kali tercampakkan dari bisnis. Para pembela periklanan menyatakan adalah tidak realistik menisbatkan dominasi sebuah perusahaan dan halangan untuk memasuki sebuah pasar kepada periklanan. Sejumlah faktor lain hendaknya dipertimbangkan, seperti : kualitas, harga, efektifitas distribusi produk. Pakar lainnya melihat peiklanan sebagai sumber informasi para konsumen yang memungkinkan mereka memilih di antara produk yang tersedia.

Dampak Ekonomi dari Periklanan

1.    Dampak terhadap produk
Kepercayaan terhadap produk meningkat dan memperkuat daya beli konsumen sehingga pabriknya harus memproduksi lebih banyak lagi untuk memenuhi selera konsumen. Selera ini menyangkut jumlah dan variasi mutu.

2.
   Dampak terhadap Media
Media akan mendapat keuntungan , karena pengiklan (melaluibiro iklan) memesan ruang dan waktu yang dimiliki oleh media untuk digunakan bagi penyebaran pesan tentang produknya.

3.    Dampak terhadap Perusahaan.
Dengan periklanan maka banyak orang mengenal nama pabrik, bagaimana cara bekerjanya, kemajuan managemennya, siapa sebenarnya menjadi otak dibalik kesuksesan, perkembangan perburuhan, teknologi yang digunakan

4.    Dampak terhadap para pesaing
Dengan adanya iklan suatu perusahaan akan mengakibatkan pabrik lain akan berusaha memproduksi barang yang sejenis ataupun substitusi lainnya.

5.    Dampak terhadap Konsumen.
Konsumen mempunyai pilihan yang lebih banyak dan bervariasi terhadap produk yang sama maupun substitusi

6.    Dampak terhadap Bisnis dalam Masyarakat.

7.
    Iklan mengakibatkan terbentuknya suatu jaringan bisnis apakah itu jaringan bisnis baru maupun memperluas jaringan bisnis yang lama. Semuanya berdampak pada pemerataan pendapatan.

8.
   Dampak kepentingan Produksi Massal.

9.
   Dampak Terhadap Nilai suatu Produk
Periklanan mempunyai dampak terhadap nilai suatu produk karena :
a.    Periklanan dapat memperlihatkan pelbagai cara yang baru dalam penggunaan suatu produk tertentu.
b.    Periklanan dapat menambah nilai yang lebih positip terhadap produk dan gengsi serta derajat konsumen kalau konsumen selalu memakai produk yang dianjurkan oleh iklan.
c.    Menambah nilai ekonomi untuk barang maupun jasa tertentu dalam pandangan konsumen. Konsumen meletakkan barang/jasa tertentu tersebut menjadi suatu kebutuhan yang mendesak yang harus dipenuhi dalam suatu waktu tertentu.

10.  Dampak pada Harga.
Periklanan juga berdampak pada harga barang/jasa. Karena periklanan menambah nilai suatu produk maka dampak berikutnya adalah penambahan biaya iklan untuk produk itu pada media.Dalam beberapa kasus ternyata pengiklan suatu produk biasanya lebih murah daripada tidak mengiklankannya sama sekali. Namun demikian biaya iklan tetap dibebankan pada harga suatu produk yang pada akhirnya ditanggung oleh konsumen. 

3.  Sosial dan Periklanan

Peran periklanan dalam masyarakat bersifat kontroversial dan sesekali menghasilkan upaya pengekangan atau pelarangan periklanan produk atau kelompok tertentu. Kontroversi sengit berlangsung menyangkut apakah periklanan tembakau dan alkohol sebaiknny dilarang. Keputusan ini melibatkan ekonomi dan isu sosial yang sangat kompleks. Perusahaan penyulingan alcohol seperti Seagram’s, dalam usahanya membela keputusan untuk beriklan di televisi setelah beberapa dekade sebagai akibat pelarangan periklanan industry minuman keras pada televisi dan radio, berjanji untuk tidak beriklan selama prime time (waktu utama) dan jam lain ketika anak-anak paling cenderung menonton televisi dan tidak menggunakan pesan-pesan atau simbol khusus yang menarik bagi anak-anak.
Perusahaan ini juga berjanji untuk mendongkrak “konsumsi yang bertanggungjawab”. Meskipun demikian, kelompok-kelompok anti alcohol bertekad melawan iklan televisi minuman beralkohol. Mereka berpendapat bahwa , berdasarkan bahaya sosial yang telah ditimbulkan oleh alcohol – bukan hanya ribuan kematian yang disebabkan oleh berkendara dalam keadaan mabuk, melainkan juga perilaku agresif seperti perkosaan, penyiksaan pasangan dan anak, kebakaran, kerusakan properti lain – hal terakhir yang dibutuhkan Amerika Serikat adalah pengingkatan iklan televisi yang mempromosikan untuk lebih banyak meminum minuman keras.

Kritik terhadap Periklanan
Periklan diklaim oleh para praktisi sebagai hal yang paling berjasa atas hal baik dalam kehidupan dan dikritik para penentangnya sebagai penyebab dari banyaknya hal yang buruk. Tulisan periklanan dituduh menyerempet aturan bahasa (misalkan, memilih kata-kata atau menggunakan pelafalan tata bahasa yang tak tepat untuk membuat penekanan), yang mendorong khalayak untuk melakukan hal yang serupa. Satu kritik lain adalah bahwa periklanan menyebabkan orang membeli produk atau jasa yang tidak mereka butuhkan. Para pembela mengakui bahwa alasan seutuhnya untuk mengiklankan produk atau jasa adalah membujuk para konsumen untuk membeli produk yang tepat. Satu kritik umum lain terhadap periklanan adalah bahwa hal tersebut melanggengkan penciptaan stereotype, proses kategorisasi individu-individu dengan memperkirakan perilaku mereka berdasarkan keanggotaannya dalam satu kelas atau kelompok tertentu. Masalahnya, kata para pengkritik, iklan seringkali memotret seluruh kelompok dalam cara stereotype, misalnya menunjukkan kaum wanita hanya sebagai pengurus rumah tangga atau orang lanjut usia sebagai jompo. Stereotype dalam peiklanan ini dapat menguatkan pandangan negative atau tak diinginkan oleh kelompok ini, dan dapat berkonstribusi pada diskriminasi terhadap mereka.
Para pengiklan secara bertahap menyadari bahwa tindakan stereotype tidak dapat diterima karena mengucilkan para konsumen potensial. Lebih jauh lagi, dengan lebih realistik dalam menampilkan kaum minoritas dan wanita, para pengiklan secara signifikan dapat memperluas segmen pasar dan beragam produk mereka. Dalam mencari cara-cara untuk menjadikan iklan tampak lebih realistik, beberapa pengiklan dan agen periklanan menggunakan orang dalam kehidupan nyata daripada model atau actor professional. 

4.  Teknologi dan Periklanan

Perkembangan teknologi memberi banyak peluang penting bagi para pengiklan yang dapat memanfaatkan mereka untuk memuaskan konsumen. Sebagai contoh, karena perubahan teknologi dalam berkomunikasi, para pemasar sekarang dapat menjangkau massa secara lebih efisien melalui berbagai media. 

Internet dan Periklanan
Banyak perusahaan-perusahaan yang menciptakan iklan, membeli iklan, menjual iklan, mengukur iklan, dan mengelola iklan. Bahkan terdapat kelompok industri yang mempromosikan iklan internet. Lebih jauh lagi, upaya-upaya pemasaran di web tidak lagi menjadi sesuatu yang eksperimental. Banyak pemasar menjadikan periklanan web sebuah item dalam anggaran iklan mereka di samping majalah, televisi, dan radio.
Internet adalah sebuah kenyataan yang tidak lagi dapat diabaikan oleh para pengiklan dan pemasar. Penelitian oleh Departemen Perdagangan AS mengungkapkan bahwa lalu lintas jaringan berlipat ganda setiap seratus hari dan perdagangan elektronik akan mencapai $300 miliar pada tahun 2002. Pada tahun 1997, belanja iklan web mencapai $906,5 juta. Departemen Perdagangan AS juga menemukan bahwa, sementara radio butuh 30 tahun untuk meraih 50 juta khalayak, dan TV butuh 13 tahun, internet hanya 4 tahun. Pada penghujung tahun 1997, 10 juta orang di AS dan Kanada telah memesan sesuatu secara online, meningkat 4,7 juta hanya dalam 6 bulan.

Hasil jajak pendapat WebCencus yang dilaksanakan selama satu minggu pada bulan januari 1998 menunjukkan bahwa periklanan internet paling efektif jika sebagai pelengkap pengunaan media lain. Dari mereka yang memberikan pendapat, 58,5 % berkata bahwa waktu yang dicurahkan bagi internet adalah tambahan, bukannya pengganti, waktu yang dicurahkan bagi media tradisional.


Referensi :
http://sennyferdianciu.blogspot.co.id/2011/11/bab-2-lingkungan-periklanan-ekonomi.html

MANAJEMEN RITEL

I.   Pengertian Manajemen, Ritel, dan Manajemen Ritel
A.     Pengertian Manajemen
Menurut teori ada beberapa definisi dari manajemen, sebagai contohnya kami ambil dua definisi yaitu yang pertama adalah menurut Alex. S. Nitisemito (1992:9)  manajemen adalah ilmu dan seni untuk mencapai suatu tujuan melalui kegiatan orang lain. Sedangkan Menurut Malatu S.P. Hasibuan (1995:9) manajemen merupakan ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sehingga dari dua definisi diatas bisa diambil suatu kesimpulan bahwa manajemen merupakan suatu ilmu atau seni yang merupakan proses perencanaan atau pengorganisasian yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.

B.     Pengertian Ritel
Berikut ini adalah definisi dari ritel menurut Berman dan Evans (2001:3) “retail consists of the business activities involved in selling goods and services to consumers for their personal, family, or household use” yang bisa diartikan bahwa ritel merupakan kegiatan bisnis yang terlibat dalam penjualan barang maupun jasa kepada konsumen untuk kebutuhan pribadi, kebutuhan keluarga, atau kebutuhan rumah tangga. Sedangkan Menurut Kamus, ritel adalah penjualan barang atau jasa kepada khalayak (Manser, 1995).
Jadi bisnis ritel adalah kegiatan penjualan barang dan jasa antara pedagang dan konsumen dimana didalamnya terdapat akttivitas-aktivitas yang saling mendukung dan mempengaruhi.

 C.    Pengertian Manajemen Ritel
Setelah mengetahui definisi dari manajemen dan retail maka bisa disimpulkan bahwa manajemen retail adalah pengaturan keseluruhan faktor-faktor yang berpengaruh dalam perdagangan retail, yaitu perdagangan langsung barang dan jasa kepada konsumen. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam bisnis retail adalah place, price, product, dan promotion yang dikenal sebagai 4P.

II.   Pengelompokan Bisnis Ritel
a.      Kepemilikan ( Owner )
§  Single-Store Retailer (tipe yang paling banyak jumlahnya dengan ukuran toko umumnya dibawah 100 m²)
§  Rantai Toko Retail (toko retail dengan banyak cabang dan dimiliki oleh institusi perseroan)
§  Toko Waralaba (toko yang dibangun berdasarkan kontrak kerja sama waralaba antara terwaralaba dengan pewaralaba)
b.      Merchandise Category
§  Specialty Store/ Toko Khas (Menjual satu jenis kategori barang yang relative sedikit/ sempit)
§  Grocery Store/ Toko Serba Ada (menjual barang groceries (sehari-hari))
§  Departement Store (menjual sebagian besar bukan kebutuhan pokok, fashionable, bermerek, dengan 80% pola konyinyasi)
§  Hyperstore(menjual barang dalam rentang kategori barang yang sangat luas)
c.       Luas Sales Area
§  Small Store/kiosk (kios kecil yang umumnya merupakan toko retail tradisional, dioperasikan sebagai usaha kecil dengan sales kurang dari 100 m²)
§  Minimarket (dioperasikan dengan luasan sales area antara 100-1000 m²)
§  Supermarket (dioperasikan dengan luasan sales area antara 1000-5000 m²)
§  Hypermarket (dioperasikan dengan luasan sales area antara lebih dari 5000 m²)
 d.      Non-Store Retailer Non-Store Retailer
§  Multi-Level-Marketing (MLM) : Model penjualan barang secara langsung dengan system komisi penjualan berperingkat berdasarkan status keanggotaan dalam distribution lines
§  Mail & Phone Order Retailer ( Toko pesan antar ) : perusahaan yang melakukan penjualan berdasarkan pesanan melalui surat atau telepon
§  Internet/ Online Store (e-Commerce) : Toko Retail di dunia maya yang mngadopsikan internet ke dalam bentuk online retailing
Seperti kita lihat dari klasifikasi diatas bahwa sekarang ini ada banyak sekali usaha dalam bisnis ritel yang memudahkan para konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Dari skala kecil sampai skala besar demi menjangkau semua pasar. Dalam hal ini para pebisnis ritel harus mempunyai manajemen yang baik jika ingin bisa terus bertahan dalam usahanya

III.  Faktor Penting Dalam Usaha Bisnis Ritel
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam bisnis retail adalah place, price, product, dan promotion yang dikenal sebagai 4P.
a.       Place
Menurut ( J.Supranto, 1998 ) Lokasi yaitu tempat dimana perusahaan melakukan kegiatan sehari-hari. Salah pemilihan lokasi perusahaan akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Dengan semakin tajamnya persaingan dan banyaknya perusahaan sudah tidak mungkin lagi untuk perusahaan melakukan coba-coba.
          Bagi seorang retailer untuk menentukan lokasi yang tepat bagi tokonya perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut (Basu Swastha dan Irawan, 1997 ):
§   Luas daerah perdagangan;
§   Dapat dicapai dengan mudah;
§   Potensi pertumbuhannya;
§   Lokasi toko-toko saingan.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi potensi penjualan dari lokasi toko baru adalah:
§   Dapat dicapai dengan mudah;
§   Populasi;
§   Pesaing;
§   Batas-batas daerah perdagangan.

b.     Price
Basu Swastha (1996 : Hal 149 ) mendefinisikan harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang bersedia melepaskan barang dan jasa yang dimiliki pihak lain. Dari pengertian diatas jelas bahwa harga merupakan salah satu variabel yang penting dalam pemasaran, karena akan mempengaruhi secara langsung terhadap hasil penjualan dan keuntungan yang diperoleh perusahaan.

Tujuan penetapan harga :
Penetapan harga ini biasanya mempunyai beberapa tujuan bagi produk yang dihasilkan. Tujuan tersebut antara lain:
a.       Menetapkan laba maksimum.
Dalam kenyataannya, terjadi harga ditentukan oleh penjual dan pembeli. Sebab makin besar pula kemungkinan bagi penjual mempunyai harapan mendapatkan keuntungan yang maksimal.
b.      Mencegah atau mengurangi persaingan.
Dapat dilakukan melalui kebijakan harga. Harga ini dapat diketahui bagaimana penjual menawarkan barang dengan harga yang sama. Oleh karena itu persaingannya hanya mungkin dilakukan tanpa melalui kebijakan harga, tetapi melalui servis lain.
c.       Memperbaiki atau mempertahankan pangsa pasar.
Memperbaiki pangsa pasar dilakukan bila kemampuan dibidang lain seperti di bidang pemasaran, keuangan, dan sebagainya. Dalam hal ini harga merupakan faktor yang penting bagi perusahaan kecil dengan kemampuan terbatas. Kemampuan harga ditujukan hanya skedar untuk mempertahankan market share.

Prosedur Penetapan Harga :
Menurut Basu Swastha (1993:150) dalam prosedur penentuan harga ada lima tahap yaitu:
a.       Mengantisipasi permintaan untuk produk tersebut.
b.      Mengetahui lebih dahulu reaksi dalam persaingan.
c.       Menentukan market share yang ditentukan.
d.      Memilih strategi harga untuk mencapai target pasar.
e.       Mempertimbangkan politik pemasaran perusahaan.

c.       Product
Menentukan produk/jasa yang akan ditawarkan ke pasar umumnya menjadi langkah paling awal. Ide mengenai produk bisa didapatkan dari beberapa sumber. Cara termudah adalah dengan membandingkan langsung produk sejenis seperti yang ingin dijual, dan melakukan riset kecil-kecilan ke target pasar mengenai kelebihan dan kekurangan dari produk tersebut. Hasil dari riset tersebut diharapkan memberikan informasi yang lebih akurat bagi wirausaha mengenai prospek pasar yang akan dimasukinya dan produk macam mana yang diharapkan oleh target pasar.
Melihat banyaknya produk yang beredar di pasar maka keberhasilan bisnis ritel tergantung dari variasi produk yang dihadirkan atau penyediaan produk yang mngkin hanya tersedia di bisnis yang dipilih.
Mengembangkan merek-merek berlabel (juga disebut merek-merek toko) yang merupakan produk – produk yang dikembangkan dan dipasarkan oleh pelaku bisnis ritel dan hanya tersedia dari tempat bisnis ritel tersebut.

d.     Promotion (Promosi)
Aspek penting lainnya adalah mengenai promosi dari produk. Bagaimana suatu produk akan dikenalkan ke pasar agar pelanggan tergerak untuk membelinya. Salah satu cara berpromosi efektif adalah dengan beriklan. Bagi wirausaha yang baru memulai bisnis, iklan dilakukan dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi-nya. Untuk mendapatkan efektifitas beriklan sebaiknya dilakukan pemilihan media iklan yang benar-benar cocok dengan karakter target pasar dari produk. Mungkin tidak diperlukan untuk memasang iklan di segala media/tempat karena belum tentu berpengaruh kepada peningkatan penjualan. Selain itu pemasangan iklan juga berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan. Pada tahap-tahap awal memulai bisnis, sebaiknya masalah biaya mendapat perhatian khusus agar tidak menjadi ganjalan dalam operasional usaha. Tentukan juga tujuan dari promosi, apakah untuk menciptakan kesadaran merek atau dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan. Jangan lupa untuk mengukur hasil dari setiap kegiatan promosi yang dilakukan, apakah sesuai dengan harapan atau masih perlu perbaikan untuk kegiatan promosi berikutnya.

IV.  Perusahaan yang Melakukan Manajemen Ritel
1.     Indomaret 
Merupakan jaringan minimarket yang menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari dengan luas penjualan kurang dari 200 m2. Dikelola oleh PT Indomarco Prismatama, gerai pertama dibuka pada November 1988 di Kalimantan. Tahun 1997, perusahaan mengembangkan bisnis gerai waralaba pertama di Indonesia, setelah Indomaret teruji dengan lebih dari 230 gerai. Pada Mei 2003, Indomaret meraih penghargaan “Perusahaan Waralaba 2003” dari Presiden Megawati Soekarnoputri. Kini Indomaret mencapai lebih dari 4000 gerai. Dari total itu 52% adalah milik sendiri dan sisanya milik masyarakat, yang tersebar di kota-kota di Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, Bali, Lampung, dan Medan.
Di tahun mendatang akan dibuka cabang baru: Cirebon, Palembang, dan Ujungpandang.
Indomaret mudah ditemukan di daerah perumahan, gedung perkantoran dan fasilitas umum karena penempatan lokasi gerai didasarkan pada motto “mudah dan hemat”. Lebih dari 3.500 jenis produk makanan dan non-makanan tersedia dengan harga bersaing, memenuhi hampir semua kebutuhan konsumen sehari-hari. Didukung oleh pusat distribusi, yang menggunakan teknologi mutakhir, Indomaret merupakan salah satu aset bisnis yang sangat menjanjikan. Keberadaan Indomaret diperkuat oleh anak perusahaan di bawah bendera grup INTRACO, yaitu Indogrosir, BSD Plaza, dan Charmant.

2.     LotteMart Wholesale
LotteMart Wholesale dahulu bernama Makro adalah sebuah layanan perdagangan mandiri dengan perkiraan 40.000-50.000 anggota potensial di setiap toko.
Berbelanja di LotteMart Wholesale adalah kombinasi dari harga rendah setiap hari,  ragam variasi produk Makanan dan Non Makanan,  dan fokus yang jelas pada belanja Anda; LotteMart Wholesale adalah MITRA BELANJA ANDA.  
a.     Konsep LotteMart Wholesale
§  Harga rendah, biaya rendah. 
§  Melayani diri sendiri, belanja secara tunai. 
§  Menjual berbagai macam variasi produk makanan dan non makanan. 
§  Terbuka untuk konsumen dan institusi yang telah terdaftar. 
§  Lapangan parkir yang luas (sampai dengan 1000 mobil).
§  LotteMart Wholesale Mail sebagai media komunikasi antara LotteMart
Wholesale dan anggotanya.
b.     Keanggotaan LotteMart Wholesale
LotteMart Wholesale dibuka hanya untuk member. Untuk berbelanja di LotteMart Wholesale, pelanggan harus terdaftar sebagai anggota. Untuk mendaftar sebagai anggota LotteMart Wholesale, silakan kunjungi toko LotteMart Wholesale terdekat dan menghubungi Customer Information Service, gratis.
Sembari menunggu pemrosesan kartu, anda dapat langsung melakukan belanja pertama kalinya. Anda dapat meminta kartu keanggotaan Anda kepada Information Customer Service setelah Anda melakukan pembelanjaan pertama Anda. Sebagai anggota LotteMart Wholesale, Anda berhak untuk menerima LotteMart Wholesale mail. Untuk kenyamanan Anda, silakan ikuti peraturan berbelanja di LotteMart Wholesale.
c.     Visi LotteMart Wholesale
Komitmen terbaik untuk melayani pelanggan
 d.     Misi LotteMart Wholesale 
Distribusi produk dengan harga istimewa, kualitas dan varietas untuk pelanggan profesional, menawarkan keuntungan dan kesempatan untuk berkembang.
Ini berarti kami berusaha untuk menjadi:
§  Bagi pelanggan kami - sumber suplai yang paling dapat diandalkan yang memberi mereka kesempatan untuk bersaing di pasar mereka masing-masing.
§  Untuk para pemasok kami - distributor dari produk mereka dengan biaya terendah untuk jumlah nilai jual maksimum.

3.     Alfamart
Semula PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) bernama PT Alfa Mitramart Utama yang didirikan tanggal 22 Februari 1989. Kala itu pemegang saham perusahan adalah PT Alfa Retailindo Tbk (51%) dan PT Lancar Distrindo (49%).  Namun sejak 1 Agustus 2002 memakai nama Sumber Alfaria Trijaya setelah beralih pemegang saham menjadi PT HM Sampoerna Tbk (70%) dan PT Sigmantara Alfindo (30%).
Perusahaan yang berkantor pusat di Jl. M.H. Thamrin No. 9, Tangerang ini memulai usaha komersilanya pada 1989 dalam bidang perdagangan rokok.  Namun sejak tahun 2002, Alfamart bergerak dalam kegiatan usaha perdagangan eceran untuk produk konsumen dengan mengoperasikan jaringan minimarket dengan nama “Alfamart” yang berlokasi di beberapa tempat di Jakarta, Cileungsi, Tangerang, Bekasi, Bandung, Surabaya, Cirebon, Cilacap, Semarang, Lampung, Malang dan Bali.
Jaringan minimarket perusahaan yang didirikan Djoko Susanto, mantan eksekutif produsen rokok raksasa, HM Sampoerna ini terdiri dari minimarket milik sendiri dan minimarket dalam bentuk kerjasama waralaba, dengan jumlah minimarket milik sendiri 2.396 (2009) dari semula 2.067 (2008) dan kerja sama waralaba 798 (2009) dari 592 (2008).
Patut dicatat, Alfamart adalah perusahaan pertama yang berkukuh turun ke lantai bursa saat korporasi lainnya memilih untuk menunda atau bahkan membatalkan IPO, pada tahun 2009. Bahkan di industri ritel, Alfamart adalah perusahaan minimarket pertama yang melakukan aksi korporasi ini. Dengan kata lain, Alfamart merupakan minimarket pertama di Indonesia yang go public.